Jumat, 06 Desember 2013

Kritik; "Musuh yang Dirindukan"



Beberapa hari lalu, waktu nggak bisa tidur, iseng-iseng baca tulisan AS Laksana, cerpenis, di Ruang Putih, Jawa Pos, terbitan 1 Desember 2013. Judulnya sebenarnya biasa saja, “Orang-Orang yang Sungkan”, namun isinya sangat menarik, menurut gw….


Sebenarnya, tulisannya dibuka dengan aura curhat, bahwa karyanya kalah bersaing dengan karya Leila S Chudori yang berjudul “Pulang” dalam anugerah Kathulistiwa Literary Award 2013. Kalah-menang sebenarnya soal biasa, tetapi tidak jika sudah melihat ke ranah sosmed. Leila S Chudori punya basis pendukung yang kuat bertabrakan dengan “suporter" Laksana yang juga tak sedikit. Keduanya sama-sama mengklaim lebih baik, dan bahkan segalanya kemudian menjurus panas. Kedua penulis yang dibicarakan tak sekali pun ikut komentar, dan itu sudah benar, namun seorang temannya kemudian berkomentar yang seolah memanggilnya untuk ikutan komen sekaligus menyindirnya, bahwa dia sering berpendapat tak masalah objek yg jadi pembicaraan ikut komentar, terbuka aja, bebas. Tapi ketika ia sendiri yang menjadi objek, dia memilih bungkam.

AS Laksana kemudian merujuk ke situasi di barat yang lebih terbuka dan menerima kritik sewajarnya, meski belakangan juga mulai bergeser. Ia sepertinya “rindu” atmosfer seperti itu. Ia memberi contoh komentar Mark Twain atas karya Edgar Allan Poe.

“Prosa Edgar Allan Poe tidak bisa dibaca—persis plek dengan prosa Jane Austen!”

Contoh lain dari Oscar Wilde tentang George Meredith; “Gaya menulisnya semrawut! Sebagai penulis ia ampuh dalam segala urusan kecuali bahasa. Sebagai novelis ia bisa mengerjakan apa saja kecuali bercerita. Sebagai seniman ia segalanya kecuali dalam soal pengungkapan gagasan.”

Laksana menilai, semua komen ini selain menarik dapat pula memancing tawa layaknya melihat seseorang yang mendadak mendapat kesialan.
Ia kemudian menganalisa, mengapa kondisi di kita berbanding terbalik dengan mereka-mereka yang ada di barat. Mengapa orang kita penuh dengan kesungkanan?
Ini jawabannya ( gw ambil beberapa aja, yg paling “nendang”) ;
• Karena takut dianggap dengki pada karya orang lain. 
• Karena takut bahwa kritiknya akan merusak pertemanan.
• Karena ada perasaan tidak pantas menyerang karya sesama penulis.
• Karena takut dimusuhi oleh orang-orang lain, terutama kelompok pendukung penulis tersebut.
• Karena takut pada anggapan bahwa penulis yang mengkritik karya penulis lain diam-diam tengah mengunggulkan karyanya sendiri.

Gw pribadi melihat hal serupa pun terjadi di scope kita, para penulis komik. Gw bisa menambahkan, kehati-hatian yang luar biasa, mulutmu harimaumu, lebih baik cari aman dengan banyak teman, pencitraan lebih bisa diterima ketimbang “frustrasi” , bahkan ada yg berpikir sebaiknya jangan dikritik, nanti jadi bagus. Diamkan saja, itu yang terbaik bagi kita.....(haha!)

Sebenarnya dulu di komunitas ada yang menjalankan fungsi ini, para pengamat, yang ketika ketemuan langsung minta izin untuk ngeritik. Tapi belakangan mundur teratur, karena tiap bicara musuhnya nambah.

Waktu gw di Indira, editor gw mengumpulkan semua kritikan yang ia terima dan membahasnya ketika kami ketemuan. "Perintah"nya adalah, buatlah seri berikutnya berdasarkan kritikan ini....

Betapa nikmatnya jika bisa demikian ya...bagai mendapat lentera di lorong gelap. 

Fungsi kritik memang harus ada dan dibangun. Semua sadar akan akan hal ini, penulis paling bego sekali pun. Hanya saja, seperti juga obat nggak ada kritik yang manis. Semua kritik selalu pahit. Akhirnya kritik menjadi "musuh yang selalu dirindukan".  Di sisi lain, si pengkritik juga harus bersikap dewasa. Ketika kritikannya dijawab oleh yg dikritik, si pengkritik jangan jadi lebih “ngambek” daripada yang dikritik, hehe....Tetaplah kembali untuk ngeritik lg 

Gw bisa menulis begini, tapi ketika menerima kritik bisakah menerima dengan biasa saja? Entahlah, gw toh juga bagian dari kalian....

*Sekedar buat baca2…:)*

2 komentar:

  1. ahahaha....
    Kritik sepanjang untuk membangun gw senang banget. Kalo buat menyindir atau merendahkan, males. Tapi bedanya bisa tipis.

    BalasHapus