Rabu, 29 Januari 2014

Escape From Alcatraz (1979)



Belum lama ini nonton lagi Escape From Alcatraz. Dulu pernah nonton, tp kurang menghargai apa yang terkandung di dalamnya. Sekarang? Lumayan, makanya gw tulis...

Belakangan memang jadi demen film tentang penjara, meski amit-amit ya, kalo sampe bermalam di sana. Demen bukan berarti mau merasakan, hanya ingin memperluas pengetahuan aja. Film tentang penjara lainnya yg patut dicermati adalah The Shawsank Redemption (1994). Berbeda dengan The Shawsank Redemption, Escape From Alcatraz adalah kisah nyata.

Dalam Escape From Alcatraz, kita dikenalkan pada penjara terkejam di AS.
Jika kamu melanggar aturan dalam masyarakat, maka kamu dikirim ke penjara. Jika kamu melanggar aturan penjara, maka kamu dikirim ke Alcatraz. Begitulah ucapan "selamat datang" kepala penjara saat Frank Morris (Clint Eastwood) pertama kali tiba. Hal lain yang membedakan, di Alcatraz tidak ada remisi dan satu kamar hanya diisi seorang napi...

Alcatraz merupakan sebuah pulau tak jauh dari San Fransisco. Ada sebuah teluk yang menjadi pemisah. "Track record"-nya belum pernah ada napi yang berhasil melarikan diri dari lembaga itu. Memang, kota San Fransisco tidak terlalu jauh, bisa saja seseorang berenang melintasinya. Namun dinginnya udara dipercaya akan membekukan tubuh hanya semenit saat di dalam air.

Frank Morris bukan orang yg mudah jiper dengan keangkeran Alcatraz. Dia segera mendapat teman karena perangainya yang tegas, termasuk caranya menghadapi jagoan penjara gemuk yg homo, yang makin nafsu justru setelah ditolak. Morris mempelajari semua kemungkinan untuk bisa melarikan diri. Ia mengontak temen-temennya yang bekerja di bengkel untuk dibuatkan macam-macam alat dan diselundupkan ke selnya. Termasuk cara membuat topeng-topengan dari karton. Kebetulan, sebelumnya ia mengetahui dinding-dinding penjara sudah mulai rapuh dimakan air laut. Itu sebabnya, ia yakin meloloskan diri bukan hil mustahal.

Disamping itu, di tengah ketegangan, kita sedikit dihibur dengan aktivitas napi yang punya hobi melukis. Ternyata ada kelonggaran juga di sana, napi boleh sesuka hati melukis. Terbayang juga, mungkin boleh juga bikin komik di situ. Kalau gw ada di sana, gw pasti tetap membuat komik. Dan dalam waktu tertentu editor gw panggil, kita asistensi di penjara. Asyik juga, ya. Apalagi, di sel itu, kita hanya sendirian. Bagi yang punya hobi sebenarnya, Alcatraz rasanya bukanlah tempat yg terlalu menyeramkan...
Sayangnya, kembali lagi ke kisah di film, kepala penjara tak senang ketika wajahnya dijadikan objek lukisan. Kebebasan si seniman untuk melukis dicabut yang berujung rasa frustrasi, sehingga pelukis itu memotong jari-jarinya.

Rencana Morris untuk "cabut" makin matang setelah ia berhasil membuat topeng-topengan. Dan juga tambahan teman yang punya niat serupa. Meski caranya kurang masuk akal, termasuk menggergaji besi di loteng tanpa didengar penjaga, Morris dkk sampai juga ke pantai dan berenang menuju San Fransisco dengan pakaian jadi-jadian hasil kerja di bagian konveksi. Seluruh staf penjara dan Kepala, baru mengetahui ulah Morris keesokan paginya. Tak pernah ditemukan bukti Morris dkk berhasil atau gagal melintasi teluk tersebut. Morris dkk hilang hingga hari ini. Dan akibat ulah mereka, tak sampai setahun kemudian (1963) Alcatraz resmi ditutup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar