Kamis, 15 November 2012

Membuat Komik Itu Suseh...

Kalau ada yang bilang membuat komik itu mudah (seperti yang ditulis Beng Rahadian di Indiecomic dan di halaman terakhir komik “Selamat Pagi Urbaz”) itu adalah angin sorga. Artikel yang judulnya nyomot dari judul buku karya Arswendo Atmowiloto bahwa “Mengarang Itu Gampang”, tak lebih hanya sekedar “menghibur” para komikus pemula agar tak mudah  patah semangat. Bagus untuk memotivasi, tapi kasihan pada faktanya bila nanti sudah terlanjur “terperosok” jauh. Apalagi kalau sampai mengorbankan kepentingan lain, seperti sekolah,kuliah, kerja, dan disiplin ilmu lain yang jauh lebih mudah dan menjanjikan.
        “Hari gini bikin komik?”adalah kebodohan. Ini realitanya, bukan “horor”. Perlu bukti? Pasti perlu!
        Gini, membuat komik adalah kejelimetan. Di Indonesia, yang segala sesuatunya  diurus dengan ketidakprofesionalan, membuat komik  jelas-jelas merupakan sesuatu yang sia-sia. Kenapa? Karena kerja komik haruslah profesional. Baik dari cara kerja yang harus fokus maupun kesediaan waktu yang nggak bisa setengah-setengah. Di sini, teman-teman, biasanya baru sedikit gores sudah ditinggal untuk mengerjakan hal-hal lainnya demi sesuap nasi.Sementara teman-teman yang diback up ekonomi yang yahud sponsoran ortu biasanya lebih nggak serius lagi. Biasanya...:P
Itu hal non teknis. Teknisnya lebih nyebelin lagi.
Yuk, kita simak apa yang katanya nyebelin itu...
            Idealnya dalam menggarap komik adalah, sbb :
*Saya menganggap kamu tergabung dalam sebuah tim.*
           
·       Pertama: Cari ide cerita dan tuang dalam secarik kertas. Ide, lho! Bukan kopi.  Kemudian dikembangkan. Angkat ide awal itu ke sebuah sinopsis sederhana. Tentukan karakter tokohnya, dan bagaimana endingnya. Ending adalah hal yang sangat penting. Seperti pada kehidupan sehari-hari, membuat masalah adalah hal mudah, menyelesaikan masalah-lah yang sulit (biasa sampe perlu bantuan pak RT'kan?).  Ajak anggota tim kamu untuk sumbang pikiran. Jangan egois. Ini penting, agar seluruh anggota tim merasa turut “memiliki”, yang berujung pada motivasi. Jadi mereka nggak cuma dianggap nguli,gitu.  Di samping itu, keterlibatan mereka secara emosi akan membuat mereka sama “pintar”nya dengan kamu dalam memahami isi perut komik. Itu sangat  mendukung ,terutama pada saat  chek and rechek nanti.
        Setelah selesai mengembangkan dalam bentuk sinopsis,step berikutnya adalah membuat skrip, seperti skenario film. Ini juga fenting. Karena kamu adalah anggota tim, besar kemungkinan si A begini si B begonoh, maka strip tersebutlah yang membuat tim tetap berada di jalan yang benar, di samping omel-omelan darileader-nya. Kalau komik tersebut dibuat oleh seorang     single fighter, maka beban komikus lebih berat lagi. Dia, selain harus berbasis pada kekuatan visual,juga harus seorang pengarang yang handal. Meski dengan begitu dia bisa “semau gue”, sebodo amat.  Untung sekarang udah nggak zamannya lagi. Jadi kalau ada yang masih kayak gicu, musuhin aja.

·        Kedua:  Penulis cerita menyerahkan skrip-nya kepada pensiler. Pensiler mulai bekerja dengan membuat story board-nya. Biasanya penulis sudah menetukan berapa halaman untuk satu buku. Pensiler tinggal mengikuti saja. Tetapi pensiler biasanya lebih tahu beberapa hal, misalnya  sudut pandang yang bagaimana yang bagus untuk setiap panelnya, komposisi panel untuk setiap halamannya dan laen-laen. Itulah guna story board, agar mudah diutak-atik ,didiskusikan, dan diomelin  berkali-kali. Kalau komik itu dibuat seorang diri, hal di atas nggak ada cerita.

·        Ketiga: Setelah story-board dilalui ,terlepas dengan selamat atau celaka, penciler kemudian mengangkatnya ke dalam sketsa . Di sini biasanya karakter tokoh  dan setting sudah mulai terlihat, atau  skets kasar katanya . Di sini juga kerangka balon teks sudah mulai dimasukkan, agar dalam setiap panelnya nggak tumpang tindih dengan visual. Kebelepotan kerja sudah pasti terjadi. Orat-oret nggak karuan mirip orang sebel. Kalau ingker-nya orang lain tinggal muntahnya aja. Nah, biar nggak oooeeek, skets kasar itu diangkat  ke skets jadi. Diclean up-in. Out line-nya dikinclongin, biar ingkernya nggak “salah jalan”. Ohya, kalian kan satu tim, jadi salinglah mengawasi. Saling kritik. Biarin aja dibilang cerewet. Kalau komik itu digarap sendiri, sekali lagi, hal di atas ga ada cerita.
 
·       Keemfat: Jika ingkernya orang lain, ia tinggal mengikuti skets jadi dengan treasing atau jiplak. Ingker terkesan adalah orang yang paling ringan dalam bekerja, nggak pakai otak. Tetapi sesungguhnya jika ingkernya asal,oeeek jadinya. Skets sedahsyat apa pun memble jadinya. Ada beberapa cara dalam membuat out line. Ada yang hanya mengandalkan marker, ada juga yang pakai kuas. Tetapi untuk detil sebaiknya menggunakan rapido.

·      Kelima: Ini tambahan. Sebenarnya komik sudah dikatakan jadi. Tetapi, di era begini, komik banyak yang digarap dengan pewarnaan komputer. Oleh karena itu tim harus diperkuat seorang yang ahli dalam memberi pewarnaan komputer. Diberi efek ini, diberi efek itu. Biar ok dan bersaing, katanya.

       Sebagai  penutup adalah membuat dummy-nya, yang berarti naskah tersebut harus diprint satu-satu. Ini nggak bisa diremehin, agar editor komik dapat melihat gambaran kongkrit dari format komik yang ditawarkan, selain jadi ada bahan omongan kalau lagi ketemu-temuan.

       Demikianlah kerja komikus.Selesai jadi, jangan lupa bawa proposal,sinopsis dan dummy-nya, berangkatlah ke penerbit. Bla,bla,bla,bla, biasanya ditolak. Siap-siap juga terima alasan yang aneh-aneh. Misalnya, “masak polisi jagoan?”  Tinggal kalian, dalam tim, salah-salahan. “Lu,sih! Lu,sih!”. Belum lagi, “Gue kate ape!” Semua pasti nggak mau disalahin. Marahin aja angin :P
       Njelimet’kan? Pegel’kan? Padahal kerja begitu untuk sebuah komik yang paling-paling dibaca setengah jam. Namun demikian ,kapan pun, di mana pun, tetap saja ada orang yang mau ngerjain. “Bodoh tinggal bodoh”, idealisme harus jalan terus.  Toh banyak hal lain yang lebih indah dari sekedar harta dan tahta, tetapi tidak wanita. Terkadang memang lebih enak hujan batu daripada hujan uang, asal hati tentram. Itulah esensi hidup. Berkaryalah terus. Tapi jangan bilang bikin komik itu mudah. Membuat komik itu sulit, ga gampang. Karena kalo kita sendiri aja bilang "gampang", gw khawatir  profesi kita bakal di"gampang"in orang...:P



Gw, Sekitar 2005







Tidak ada komentar:

Posting Komentar