Sabtu, 25 Juli 2015
The Book Thief (2013)
Kebetulan selama libur lebaran ini gw menghabiskan waktu dengan menonton beberapa film berlatar belakang Nazi Jerman. Baik yang sudah pernah ditonton mau pun yang baru pertama kali gw tonton. Kesemuanya bukanlah film perang, hanya berlatar belakang perang. Salah satunya The Book Thief ini...
Kisah dibuka dengan dipungutnya Liesel Meminger oleh keluarga Hubermann yang tak memiliki anak, Hans dan Rosa Hubermann. Liesel dipungut atas alasan tunjangan dari pemerintah. Liesel sendiri terlepas dari ibu kandungnya karena tuduhan komunis. Mereka tinggal di sebuah gang dengan kondisi serba kekurangan, menjelang meletusnya Perang Dunia II.
Kehadiran Liesel sebagai anggota baru keluarga Hubermann menarik perhatian Rudy, anak tetangga. Mereka sebaya, sama-sama belum dua belas tahun. Segera saja Rudy menempel "gadis tetangga" ini. Selalu membarengi setiap pergi ke sekolah. Rudy terobsesi menjadi pelari internasional. Idolanya Jesse Owen, atlet kulit hitam. Saking mengidolakannya, Rudy sampai mencoreng-coreng kulitnya dengan cat supaya terlihat hitam. Suatu tindakan bodoh di zaman serba rasis itu.
Menarik melihat kisah anak-anak Jerman di zaman itu, ketika pemerintah dengan gencar mempropagandakan ide-ide ngawurnya, diamini rakyatnya tanpa sedikit pun keberanian menentang. Liesel dan Rudy "dipaksa" menghafalkan lagu-lagu wajib sekolah yang liriknya dipenuhi kebencian pada ras lain selain Arya (celakanya, terdengar indah). Tentu saja terhadap ideologi lain juga, termasuk komunis, yang membuat Liesel menjadi teringat ibu kandungnya.
Film ini (atau novelnya) diberi judul "Pencuri Buku" karena keinginan kuat Liesel untuk dapat membaca. Ia amat menyenangi buku, sementara untuk membeli tentu sulit bagi keluarga seperti mereka. Liesel sudah mencuri buku sebelum ia mampu membaca. Hans yang menyadari keinginan kuat putrinya memberikan ruang khusus bagi Liesel untuk belajar, yaitu di ruang bawah tanah rumah mereka. Liesel belajar dengan tekun meski kemudian keluarga mereka menyembunyikan pelarian Yahudi di ruangan itu. Tetapi dari Yahudi itu pula Liesel banyak menerima pengetahuan baru...
Film ini menjadi menarik karena juga merekam pandangan anak-anak terhadap kondisi sosial politik mereka. Hanya, kalo boleh ngeritik, setidaknya ada dua adegan yang seharusnya gak perlu ada.
Pertama, Ibu sampai harus datang ke sekolah untuk "membisiki" Liesel bahwa Yahudi yang mereka sembunyikan telah sembuh dari sakitnya. Mereka memang amat menyayangi si Yahudi. Tetapi bukankah kabar baik itu bisa ditunggu saja sampai Liesel pulang ke rumah? Kenapa harus menempuh resiko didengar oleh orang lain dengan bertemu di sekolah?
Kedua, Hans, meski sudah tua ia tetap diwajibkan mengikuti wajib militer. Ia bergabung dengan banyak anak-anak muda dan malah jadi bahan olok-olok. Ia akhirnya dipulangkan setelah truknya terkena ledakan, meski secara fisik ia baik-baik saja. Rasanya ini hanya memperpanjang durasi film saja...
Tetapi overall film ini tetap menarik diikuti, terutama bagi pecinta drama berlatar sejarah....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Nitip sendal mas
BalasHapusHahaha...sori telat bales. Baru mo aktifin blog lagi
BalasHapus